api tak sempat bertanya: apakah kata-kata bisa / terbakar? || fire didn’t have the chance to ask: can words / burn down?
February 25, 2020
rumah kata
huruf b tidak boleh ditulis dengan huruf p
terbalik. ibu mengajarinya membaca. setiap huruf
terbuat dari rangkaian patahan lidi. dia mulai
belajar setiap kata adalah sebuah bentuknya
sendiri. “kamu cukup memegang 26 huruf untuk
hidupmu,“ kata ibunya. setelah itu dia mulai
merasa ada seseorang yang sendirian tumbuh
dalam dirinya. bersama huruf-huruf dan bentuk
mereka yang aneh untuk menjadi temannya.
huruf bertemu huruf menjadi kata. konsonan dan
vokal-vokalnya agar kata tidak mati. dia tak tahu
kenapa 26 huruf bisa melahirkan ribuan kata.
patahan lidi di atas meja bertambah banyak,
tak bisa menjangkau ribuan kata dan kalimat-
kalimatnya. mereka menjadi begitu ramai dalam
rangkaian patahan lidi. dia membaca dan menulis
kembali huruf-huruf itu, seperti keluar masuk
di dalam rumah kata. sebuah bangunan yang
terus berubah dari rangkaian patahan lidi. setiap
dia membaca huruf-huruf itu dengan berteriak,
ibunya meletakkan jari telunjuk di atas bibirnya:
“jangan berteriak begitu. rumah kata-katamu akan
runtuh,” kata ibunya. dan bangunan lidi itu rontok.
setiap dia memejamkan mata, kata-kata itu
datang kembali ke dalam dirinya dalam bangunan
patahan-patahan lidi yang berantakan. dia mulai
belajar melihat melalui kata. melihat pohon
melalui kata pohon. melihat ibunya melalui kata
ibu. tetapi ketika kata dari namanya sendiri
muncul, dia tidak punya bayangan apa pun.
sebuah bom waktu telah tertanam dalam otaknya.
– terbuat dari apakah lidi itu?
– dari tulang punggung daun kelapa.
– apakah pohon kelapa bisa membaca?
sejak itu dia mulai sering menggali tanah, mencari
rumah pohon, mencari akar-akarnya. bertemu
cacing. setiap cacing disentuh, tubuhnya akan
mengeluarkan gerak lalu menyembunyikan lagi
dirinya dalam geliatnya. menyelusup kembali
ke dalam tanah. apakah menggali sama dengan
membaca, bertemu rumah kata dimana-mana.
partai-partai tumbuh seperti sisa-sisa daging
pada tulang ayam. pertengkaran-pertengkaran
di daerah, tentara dan vila-villa dengan kolam
renang. teater amatir muda mementaskan
“manusia iseng” karya utuy di singaraja. di
hari raya, di mesjid agung bersama ibunya, dia
menyalami presiden. tersenyum dalam mobil
sedannya yang panjang. kopiah hitamnya
seperti sihir tentang sebuah negeri yang sedang
diciptakan. the new emerging forces. manipol-
usdek menghadapi beras yang menghilang dari
pasar, truk-truk sampah mogok, suku cadang
menghilang dari kota.
(jalan-jalan kota digantungi poster-poster “bapak
revolusi”. pertengkaran a dan b di kantor-kantor
hingga meja makan. organisasi negara diurai
berkali-kali. ekonomi kota tersedot rapat-rapat
politik). bachtiar siagian membuat film turang,
sebelum kemudian terdengar api membakar pita-
pita seluloid. suara gemeretak pita plastik dan
api tak sempat bertanya: apakah kata-kata bisa
terbakar?
seekor burung jatuh dan mati di depan pintu
rumahnya. dia mengambil sapu tangannya,
membungkus burung mati itu, dan menguburnya.
potongan-potongan lidi disusunnya seperti
pagar di atas kuburan burung. dia merasa telah
mengubur burung itu di dalam rumah kata-kata.
tapi hingga kini, dia tak tahu, di mana alamat
rumah kata-kata.
house of words
the letter b may not be written with an upside-down
p. mother teaches them to read. each letter
is made from chains of broken twigs. they learn
that each letter is a form of its
own. “your whole life you hold only
26 letters,” mother says. after that they begin
to sense there’s someone alone growing
inside them. along with the letters and their
forms that make for strange friends.
letter meets letter to become word. consonants
and their vowels so that words don’t die. they don’t
know how 26 letters can birth thousands of words.
broken twigs multiply on the table,
unable to reach the thousands of words and their
sentences. they go wild in their
chains of broken twigs. they reread and rewrite
the letters, as if coming and going
from the house of words. a structure constantly
transforming from chains of broken twigs. each
time they read those letters loudly,
mother places her pointer finger on her lips:
“don’t shout like that. your house of words will
collapse,” mother says. and the twig structure tumbles.
each time they shut their eyes, those words
come back into them, into a building of
broken twigs in disarray. they learn
to see through words. to see a tree
through the word tree. to see mother through
the word mother. yet when the words for their own
name appear, they have no image at all.
a time bomb has been planted in the brain.
– what are these twigs made of?
– backbones of coconut leaves
– can coconut trees read?
from that point on, they often dug in the earth, searching
for the house of trees, searching for their roots. they meet
earthworms. each time an earthworm is touched, its body
emits a movement then hides itself again
in its squirms. slips back into
the soil. is digging the same as
reading, finding the house of words everywhere.
political parties grow like scraps of meat
on chicken bones. altercations
in the provinces, soldiers and villas with swimming
pools. a young amateur theater stages
“manusia iseng” by utuy in singaraja. on
idul fitri, at the great mosque with their mother, they
greet the president. smiling up from inside
his long sedan. his black kopiah
like sorcery over a nation in the midst
of being made. the new emerging forces. manipol-
usdek confronts the rice vanishing from
the market, the garbage trucks on strike, the spare parts
vanishing from the city.
(the city’s streets are decked out with “father
of the revolution” posters. altercations a and b from the office
to the dinner table. state organizations unravel
and unravel. the city’s economy slurped up by political
assemblies). bachtiar siagian makes the film turang,
later hears word that a fire has burnt up the ribbons
of celluloid. the crackle of plastic ribbons and
fire didn’t have the chance to ask: can words
burn down?
a bird falls dead on the doorstep
of their home. they grab a hand broom,
wrap up the dead bird, and bury it.
arrange pieces of twigs like
a fence above the bird’s grave. they felt
they’d buried the bird in the house of words.
but even now they don’t know the address
to the house of words.